PARIMO,Pospena.com- Kejaksaan Negeri Parigi Moutong (Parimo) dibantu kepolisian Polres Parimo menggrebek Mantan Kepala Desa (Kades) Jononunu Kecamatan Parigi Tengah Saharudin Habilawasa kemarin Pukul 23.00 Wita di rumah kediamannya. Penangkapan tersebut diwarnai aksi kejar-kejaran oleh aparat dan tersangka yang berusaha melarikan diri, Saharudin mengundurkan diri dari jabatannya karena tersandung kasus penyalagunaan Dana Desa (DD) itu, tidak kooperatif, pasalnya dua kali pemanggilan jaksa dia menolak untuk hadir.
Kepala Kejaksaan Negeri Parigi Agus Setiadi SH.MH dan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsusu) Mohamad Tang SH. Melalui Kasi Intel Muhammad Rifaisal SH. yang di temui sejumlah media Rabu 25/09 mengatakan, Saharudin Habilawasa selaku mantan kades Jononunu periode 2014-2020 sebagai tersangka penyalagunaan Dana Desa dengan potensi kerugian 360 jutaan rupiah lebih, halo itu masih sekedar perhitungan penyidik yang dipakai berdasarkan fakta bukti keterangan setelah yang bersangkutan ditetapkan jadi tersangka.
“terhadap yang bersangkutan pada hari selasa kemarin setelah dilakukan ekspos oleh tim penyidik bersepakat bahwa pemenuhan syarat- syarat untuk ditetapkan sala seorang jadi tersangka itu telah terpenuhi sesuai dengan standarisasi KUHP maka dari itu tim penyidik pada hari selasa kemarin menetapkan Saharudin Habilawasa sebagai tersangka Penyalagunaan Dana Desa,”ungkapnya.
Kata Faisal, Sebelumnya Teman- teman tim penyidik dibantu dengan tim buser parimo melakukan maping terhadap keberadaan yang bersangkutan, malam itu termasuk dalam penangkapan. Proses penangkapannya relatif lebih soft, memang ada upaya melarikan diri dari yang bersangkutan karena pada saat aparat masuk kerumah, tersangka justru melompat lewat jemdela lari keluar, tetapi memang karena wilayahnya kita sudah maping sehingga yang bersangkutan tidak bisa meloloskan diri dari proses penangkapan.
“berdasarkan keterangan para saksi yang melakukan perbuatan melanggar hukum itu terindikasi sampai saat ini memang baru seorang kepala desa karena memang yang mengatur semuanya itu kepala desa itu sendiri mulai dari pelaksaan kegiatan, tim pelaksaan kegiatan pun hanya bertanda tangan didalma dokumen tidak mengetahiu secara pasti kegiatannya apa, apa yang dilaksankan, dan dimana dilaksanakan. Itu tidak diketahui oleh TPK,”jelasnya.
Faisal menambahkan, ada tiga opsi klasifikasi pemeriksaan, yang pertama, memang ada kegiatan yang tidak dilaksanakan, kedua, ada kegiatan yang dilaksanakan tetapi hanya sebagian, dan ketiga itu ada yang indikasi mark up, contoh yang tidak dilaksanakan seperti pembuatan jalan kantong produksi dengan jalan wisata, dua kegiatan itu sekitar 75 juta murni piur tidak terlaksana.
“bantuan alat pendidikan kepada masyarakat yang tidak mampu itu didalam dokumen RAB itu disebutkan ada tas, sepatu, buku, seragam tapi yang dibelikan cuman tas, dan seragam sementara sepatu dan buku itu tidak ada,”kata Faisal.
Lanjut dari pada itu, ada juga pengadaan indukan sapi, memang faktanya itu berdasarkan keterangan masyarakat mereka juga punya ternak sapi, harga sapi yang dihadirkan dalam pengadaan indukan sapi tersebut memang harga sapi yang rensnya hanya senilai 3 juta-3,5 juta rupiah perekornya, dalam kualifikasi justru baru anak sapi yang lepas dari induknya. Didukung dengan bukti transferan pembayaran sapi yang memang dari pagu 90 juta itu hanya ada bukti transferan sekitar Rp.50juta, padahal pagunya 90 juta pada tahun 2018.
“Proses penangkapan ini merupakan jalan terakhir dalam rangkaian penegakan hukum, proses penyelidikan itu sudah terlalui, sehingga kesimpulannya harus melakukan penangkapan, dan ancaman pasal 2 minimal 4 tahun penjara, maksimal 20 tahun pada delik tertentu bisa mati, dan ancaman pasal 3, minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun penjara,”Tutupnya.
TOMMY