Sukri Tjakunu : Bupati Parimo Patut Diduga Telah Menerima Gratifikasi

oleh -574 views
oleh
Sukri Tjakunu pegiat anti korupsi Kabupaten Parimo

PARIMO,Pospena.com- Gugatan pengusaha ke Bupati Samsurizal, merupakan sinyalemen mengarah pada praktik gratifikasi. Bentuk pinjaman uang tanpa bunga merupakan gratifikasi. Unsur-unsurnya jelas. Persoalan tersebut bukan sekedar perkara perdata dan wanprestasi semata”, kata pegiat anti korupsi Parimo, Sukri Tjakunu, Minggu, (9/9).

Menurut Sukri, gugatan terkait kusut miliaran fulus dilayangkan pengusaha bernama Hantje Yohanes kepada Bupati Samsurizal Tombolotutu dalam perkara nomor 28 / Pdt.G / 2019 / PN PRG di Pengadilan Negeri (PN) Parigi, dapat diindikasikan sebagai perbuatan gratifikasi.

“Pengertian Gratifikasi menurut undang-undang ialah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya”, urainya.

Pada persoalan gratifikasi, ialah segala sesuatu baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dilakukan dengan menggunakan elektronik atau tanpa sarana elektronik.

“Jadi jelas, bahwa munculnya perkara gugatan terhadap pihak Bupati Parimo dan oknum-oknum dalam lingkaran kekuasaannya, adalah sinyalemen kuat adanya gratifikasi. Jadi jelas, dalam hal ini, Bupati Parimo patut diduga telah menerima gratifikasi, dari para pengusaha dengan dalih untuk ongkos Pilkada 2918. Jika ada gratifikasi, pasti ada suap”, kata tokoh pemekaran Parimo itu.

Terjerat lilitan hutang, Bupati Parigi Moutong (Parimo) Samsurizal Tombolotutu digugat oleh salah seorang pengusaha terkenal bernama Hantje Yohanes. Samsurizal dan beberapa nama lainnya, tersundut perkara wanprestasi soal pinjaman miliaran rupiah fulus dengan dalih untuk keperluan Pilkada 2018. Namun, pegiat anti korupsi Sukri Tjakunu menyatakan perkara menimpa Bupati Parimo bukanlah kasus perdata semata. Menurut dia, ada sinyalemen bahwa praktik suap dan gratifikasi telah terjadi.

Karakteristik Gratifikasi Di Perkara Gugatan Ke Bupati Menurut Sukri, proses pemberian uang dari Hantje Yohanes selaku pengusaha, kepada Samsurizal Tombolotutu yang notabene adalah kepala daerah, memiliki pola dan karakteristik mengarah pada unsur perbuatan gratifikasi.

Karakteristik pertama, pemberian uang sengaja disamarkan dan dinyatakan sebagai pinjaman, agar seolah-olah tidak ada hal transaksional, antara dua pihak tersebut.

“Biasanya, gratifikasi memiliki karakterisktik bahwa sesuatu itu tidak ada hal transaksional, seolah-olah si pemberi tidak menginginkan imbal balik apapun dari yang menerima. Padahal, pemberian itu jelas berdasarkan atas posisi ataupun jabatan penerima, dan bertujuan untuk mempengaruhi keputusan dalam wewenangnya”, katanya lagi.

Karakteristik kedua, kata Sukri Tjakunu, pemberian uang dilakukan secara tertutup dan bersifat sembunyi-sembunyi (rahasia).  Dilakukan secara tertutup dan rahasia, jelas mengindikasikan pemberian tersebut cenderung mengarah sebagai gratifikasi ilegal.

Apalagi, proses pemberian , kata Sukri, dilakukan via oknum-oknum berperan sebagai perantara dan diduga merupakan orang-orang sekitar lingkaran kekuasaan Bupati Samsurizal.

Karakteristik berikut, pemberian tersebut diberikan oleh si pemberi yang tidak memiliki hubungan kekuasaan (posisi) setara dengan si penerima.

“Hantje Yohanes seorang kontraktor, sedangkan Samsurizal adalah kepala daerah. Hubungan secara kekuasaan, kedudukan dan posisi keduanya, sangat tidak setara baik dalam lingkup hubungan kerja atau pun konteks sosial terkait kerja. Jika pemberian dilakukan pihak memiliki posisi tidak setara, maka itu merupakan gratifikasi”, jelas Sukri.

Karakteristik lainnya, masih kata Sukri, hubungan relasi kuasa antara Hantje Yohanes dan Bupati Samsurizal adalah hal sangat strategis.

Strategis, karena terdapat kaitan menyangkut akses ke aset dan kontrol atas aset-aset sumber daya diberbagai sektor dalam sebuah pemerintahan daerah, sehingga sangat tidak patut jika ada hal-hal transaksional.

“Seorang kepala menduduki posisi strategis, memiliki berbagai kewenangan mengatur aset-aset sumberdaya strategis. Sedangkan di lain sisi, kontraktor, berkepentingan terhadap sumberdaya dalam genggam kewenangan dari seorang menjabat sebagai bupati”, jelasnya, ketika berbincang dengan koranindigo baru-baru ini.

TOMMY-GD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *