Selain Samsurizal Ternyata Ada Mantan Kaban BPBD

oleh -548 views
oleh

PARIMO,Pospena.com- Pengusaha kondang Hantje Yohanes melayangkan gugatan kepada Bupati Parimo, Samsurizal Tombolotutu ke Pengadilan Negeri (PN) Parigi bersama beberapa nama tergugat lainnya. Terkait hal itu, Kuasa hukum Hantje Yohanes, DR Muslim Mamulai SH MH & Associate menyebut bakal melayangkan tiga perkara gugatan.

Berdasar Sistem Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Parigi, perkara nomor 28/Pdt.G/2019/PN Prg, selain Samsurizal, Hantje menggugat Nico Rantung, Hendra Bangsawan, Teguh Arifianto, Irfan Sukri, Chrisan Natalia Nelwan, Denny dan Nurfajri dan Arifin Ahmad.

Berdasar penelusuran, Nico Rantung merupakan politisi berasal dari Partai Gerindra, dan ikut bertarung pada Pileg 2018 lalu. Nico Rantung sempat menjabat sebagai Pjs Ketua DPC Partai Gerindra Parimo menggantikan Santo.

Sedangkan Hendra Bangsawan, merupakan pejabat yang telah lama malang-melintang sebagai kelompok kerja (pokja) pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Parimo. Hendra diketahui kerap tergabung pada pokja untuk tender proyek-proyek fisik yang bernilai besar.

Teguh Arifyanto, diketahui sebagai seorang konsultan dan disebut-sebut orang dekat Bupati Samsurizal. Teguh Arifyanto alias Yanto pernah disinyalir sebagai ‘juru petik’ fulus-fulus untuk berbagai kepentingan Bupati Parimo, Samsurizal Tombolotutu.

Kemudian, nama Arifin Ahmad. Arifin Ahmad saat ini menjabat selaku Kepala Dinas PUPRP Parimo. Sebelum duduk sebagai Kepala PUPRP, Arifin merupakan Kepala BPBD Parimo.

Sedangkan sisa nama lainnya, masih menjadi tanda tanya publik Parimo.

Sidang perdana gugatan, nampak tak satu pun pihak tergugat (Bupati Samsurizal Cs) nampak hadir di PN Parigi pada Senin, 9 September 2019.

Di Kutip Dari https://koranindigo.online Kuasa hukum Bupati Samsurizal Cs, Syahrudin Ariestal Douw mengatakan bahwa pada sidang awal (Perkara nomor 28/Pdt.G/2019/PN Prg), telah ditunjuk hakim mediator, dan akan ada pertemuan kembali pada 23 September 2019.

Terkait ketidakhadiran para nama tergugat dalam sidang, menurut Syahrudin, hal itu dikarenakan memang tidak ada kewajiban bagi para tergugat untuk hadir.

“Saya kan sudah pegang kuasa, jadi mereka tidak wajib hadir sampai akhir persidangan. Pertemuan tanggal 23 September, saya juga wakili mereka semua”, katanya.

SENGKARUT HALAL SEGALA CARA ONGKOS PILKADA

Mahalnya ongkos politik disebut-sebut sebagai biang keladi para calon kepala daerah melakukan berbagai cara, termasuk perbuatan beraroma korupsi. Mahar politik, dana saksi, hingga politik uang saat kampanye, merupakan deretan hal harus disediakan para petarung dalam hajatan Pilkada.

Sudah tidak asing ditelinga, bahwa sengkarut ‘main’ halalkan segala cara terkait biaya politik, telah banyak menyisakan kisah bertema lilitan hutang, hingga dicokok lembaga anti rasuah, karena beraroma suap dan gratifikasi.

Dikutip dari kabarnews Bupati Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Syamsari Kitta, termasuk salahsatu kepala daerah terpilih, namun terjerat hutang ongkos Pilkada 2017 silam.

Lilitan hutang pada Syamsari Kitta terungkap saat seorang pengusaha bernama Gassing Rapi, melaporkan Syamsari ke Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel.

Menurut Gassing Rapi, alasan dirinya bersedia membantu Syamsari Kitta pada pertarungan Pilkada Takalar, lantaran dirinya telah menganggap Syamsari Kitta seperti keluarganya sendiri.

Bahkan, lanjut Gassing, setelah Syamsari Kitta dinyatakan menang Pilkada, dan terpilih sebagai Bupati Takalar, ia masih diminta menyediakan fulus senilai Rp3,7 miliar oleh Syamsari.

Namun, sungguh miris, saat Gassing Rapi melakukan penagihan uang miliknya itu, Bupati Syamsari Kitta, hanya mengatakan bahwa telah ada orang tengah mengurus soal hutang tersebut.

Kemudian, setelah Pemilukada serentak tahun 2018, dirinya kembali menagih Syamsari Kitta langsung ke rumah jabatan Bupati Takalar, namun tetap tak ada kejelasan.

Kasus terkait halalkan segala cara untuk ongkos Pilkada juga menimpa pejabat di Sulawesi Tenggara. Bekas Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawaty Faqih diselidiki KPK dan menjadi tersangka terkait perannya dalam meminta dana kampanye kepada pengusaha yang terlibat proyek di Kota Kendari.

KPK memeriksa Fatmawati sebagai saksi untuk tersangka Adriatma Dwi Putra yang merupakan Wali Kota Kendari 2017-2022 dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018.

Dilansir dari Sultrakini, Selain Fatmawaty, KPK juga memeriksa bekas Kepala Dinas PUPR Kota Kendari Faisal Alhabsy juga untuk tersangka Adriatma Dwi Putra.

Akhirnya, KPK menetapkan empat tersangka, yakni Wali Kota Kendari 2017-2022 Adriatma Dwi Putra, Asrun ayah dari Adriatma juga bekas Wali Kota Kendari dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara, swasta yang juga mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih, serta Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. Sebelumnya dalam penyidikan kasus itu, KPK menemukan uang suap sekitar Rp2,8 miliar.

Uang dalam pecahan Rp50 ribu itu rencananya akan diberikan kepada Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra. Diduga uang tersebut juga untuk kepentingan biaya logistik Asrun yang merupakan ayah dari Adriatma dan juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara.

Wali Kota Kendari diduga bersama-sama pihak menerima hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018 senilai total Rp2,8 miliar.

Fatmawaty Faqih divonis 4 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Fatmawaty dinilai terbukti menjadi perantara suap Wali Kota Kendari Nonaktif Adriatma Dwi Putra (ADP) dan mantan Wali Kota Kendari Asrun dengan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. (*)

TOMMY-GD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *