PARIMO, Pospena.com – Proyek peningkatan jaringan tata air tambak rakyat Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) milik Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Sulawesi Tengah (BWSS III Sulteng) senilai Rp18,8 miliar, diduga kuat dikerjakan dan ditinggalkan secara amburadul. Bengkalai proyek yang dikerjakan oleh PT Balusu Prima ini, membuat puluhan hektar tambak menjadi rusak, serta menyebabkan para petani tidak dapat memanfaatkan tambak.
Salah seorang petani tambak di wilayah Kecamatan Taopa, Haji Selle, menyatakan pihak PT Balusu Prima dan BWSS III Sulteng telah berbohong kepada para petani. Menurut Selle, PT Balusu Prima dan BWSS III Sulteng, telah mengingkari kesepakatan awal proyek peningkatan jaringan tata air tambak di tambak milik para petani.
“Para pengelola proyek peningkatan jaringan tata air tambak (PT Balusu Prima- BWSS III Sulteng) membohongi kami para petani. Semua yang dikerjakan tidak sesuai kesepakatan awal. Tambak-tambak kami menjadi terbengkalai dan rusak”, kata Haji Selle, baru-baru ini.
Janji pihak pengelola proyek kata dia, ialah memperbaiki tambak-tambak yang ada, menambah jalan area tambak menjadi 4 meter, dan membongkar saluran tambak petani, lalu membangunnya kembali.
Namun lanjut Selle, hal tersebut ternyata tidak dilakukan. Tambak-tambak petani yang terkena proyek peningkatan jaringan tata air tambak rakyat tersebut, malah menjadi rusak dan sama sekali tidak dapat dimanfaatkan seperti semula.
“Perjanjian soal teknis pengerjaan proyek, disampaikan dalam pertemuan yang juga melibatkan para pemilik tambak dan aparat pemerintah setempat, yaitu camat dan aparat desa.Dalam pertemuan itu, pengelola proyek menyebut hanya memindahkan sementara saluran tambak kami, lalu membangun kembali. Namun, saat ini, proyek telah selesai, tambak-tambak ditinggalkan begitu saja”, katanya.
Berdasar pantauan Pospena.com dilapangan, puluhan jembatan kayu pada area tambak, nampak terbengkalai, dan ditinggalkan dalam keadaan belum rampung.
Kayu-kayu digunakan oleh PT Balusu Prima, juga tidak sesuai perjanjian dengan para petani tambak. Kayu-kayu digunakan perusahaan asal Kendari Sulawesi Tenggara ini, merupakan kayu-kayu “murah”, dan mudah lapuk.
Pembuatan saluran tambak juga nampak asal-asalan. Dalam design proyek peningkatan jaringan tata air tambak rakyat, saluran tersebut berdiameter lebar 5 dan 8 meter, namun yang ada pada areal tambak hanya saluran lebar 3 meter.
Selain itu, para petani juga mengeluhkan kesalahan pengerjaan saluran sirkulasi air pada tambak-tambak itu. Kesalahan pembuatan, praktis, membuat para petani tidak dapat memanfaatkan tambak-tambaknya, karena saluran yang dibuat PT Balusu Prima, membuat air asin tidak dapat masuk.
Kondisi rusak parah juga terlihat pada jembatan pintu saluran pembuang untuk sirkulasi tambak. Jembatan yang terbuat dari kayu “murahan” tersebut, nampak telah hancur dan nyaris ambruk.
Terkait hal itu, Kepala BWSS III Sulteng, Yusuf Tambing enggan melontar tanggapannya. Yusuf Tambing, tidak bersedia mengangkat telepon genggamnya. Konfirmasi via pesan singkat, juga tak dihiraukan Yusuf Tambing.
Pihak PT Balusu Prima selaku pemenang proyek peningkatan jaringan tata air tambak rakyat di Parimo, belum dapat dimintai tanggapannya.
Adapun nomor kontak telepon yang tertera pada sebuah halaman situs kepunyaan PT Balusu Prima, ternyata nomor kontak yang sudah tidak aktif lagi.
(Ozan, Tomy, GWD)